Kamis, 07 Februari 2013

Cerita Sex Ngentot Putri Sulung

Cerita Sex Ngentot Putri Sulung


rambutnya yang lebat tumbuh terjaga selalu di atas bahu. Meski rambutnya agak kemerahan namun karena kulitnya yang putih bersih, selalu saja menarik dipandang, apalagi kalau berada dalam pelukan dan dielus-elus. Perjumpaan di Yogya ini mengingatkan peristiwa sepuluh tahun lalu ketika ia masih kuliah di sebuah perguruan tinggi ternama di Yogya. Selama kuliah, ia tinggal di rumah bude, kakak ibunya yang juga kakak ibuku. Rumahku dan rumah bude agak jauh dan waktu itu kami jarang ketemu Nana.

Aku mengenalnya sejak kanak-kanak. Ia memang gadis yang lincah, terbuka dan tergolong berotak encer. Setahun setelah aku menikah, isteriku melahirkan anak kami yang pertama. Hubungan kami rukun dan saling mencintai. Kami tinggal di rumah sendiri, agak di luar kota. Sewaktu melahirkan, isteriku mengalami pendarahan hebat dan harus dirawat di rumah sakit lebih lama ketimbang anak kami. Sungguh repot harus merawat bayi di rumah. Karena itu, ibu mertua, ibuku sendiri, tante (ibunya Nana) serta Nana dengan suka rela bergiliran membantu kerepotan kami. Semua berlalu selamat sampai isteriku diperbolehkan pulang dan langsung bisa merawat dan menyusui anak kami.

Hari-hari berikutnya, Nana masih sering datang menengok anak kami yang katanya cantik dan lucu. Bahkan, heran kenapa, bayi kami sangat lekat dengan Nana. Kalau sedang rewel, menangis, meronta-ronta kalau digendong Nana menjadi diam dan tertidur dalam pangkuan atau gendongan Nana. Sepulang kuliah, kalau ada waktu, Nana selalu mampir dan membantu isteriku merawat si kecil. Lama-lama Nana sering tinggal di rumah kami. Isteriku sangat senang atas bantuan Nana. Tampaknya Nana tulus dan ikhlas membantu kami. Apalagi aku harus kerja sepenuh hari dan sering pulang malam. Bertambah besar, bayi kami berkurang nakalnya. Nana mulai tidak banyak mampirke rumah. Isteriku juga semakin sehat dan bisa mengurus seluruh keperluannya. Namun suatu malam ketika aku masih asyik menyelesaikan pekerjaan di kantor, Nana tiba-tiba muncul.

"Ada apa Na, malam-malam begini."
"Mas Danu, tinggal sendiri di kantor?"
"Ya, Dari mana kamu?"
"Sengaja kemari."
Nana mendekat ke arahku. Berdiri di samping kursi kerja. Nana terlihat mengenakan rok dan T-shirt warna kesukaannya, pink. Tercium olehku bau parfum khas remaja.

"Ada apa, Nana?"
"Mas... aku pengin seperti Mbak Tari."
"Pengin? Pengin apanya?" Nana tidak menjawab tetapi malah melangkah kakinya yang putih mulus hingga berdiri persis di depanku. Dalam sekejap ia sudah duduk di pangkuanku.
"Nana, apa-apaan kamu ini.." Tanpa menungguku selesai bicara, Nana sudah menyambarkan bibirnya di bibirku dan menyedotnya kuat-kuat. Bibir yang selama ini hanya dapat kupandangi dan bayangkan, kini benar-benar mendarat keras. Kulumanya penuh nafsu dan nafas halusnya menyeruak. Lidahnya dipermainkan cepat dan menari lincah dalam rongga mulutku. Ia mencari lidahku dan menyedotnya kuat-kuat. Aku berusaha melepaskannya namun sandaran kursi menghalangi. Lebih dari itu, terus terang ada rasa nikmat setelah berbulan-bulan tidak berhubungan intim dengan isteriku. Nana merenggangkan pagutannya dan katanya, "Mas, aku selalu ketagihan Mas. Aku suka berhubungan dengan laki-laki, bahkan beberapa dosen telah kuajak beginian. Tidak bercumbu beberapa hari saja rasanya badan panas dingin. Aku belum pernah menemukan laki-laki yang pas."

Kuangkat tubuh Nana dan kududukkan di atas kertas yang masih berserakan di atas meja kerja. Aku bangkit dari duduk dan melangkah ke arah pintu ruang kerjaku. Aku mengunci dan menutup kelambu ruangan.
"Na.. Kuakui, aku pun kelaparan. Sudah empat bulan tidak bercumbu dengan Tari."
"Jadikan aku Mbak Tari, Mas. Ayo," kata Nana sambil turun dari meja dan menyongsong langkahku.
Ia memelukku kuat-kuat sehingga dadanya yang empuk sepenuhnya menempel di dadaku. Terasa pula penisku yang telah mengeras berbenturan dengan perut bawah pusarnya yang lembut. Nana merapatkan pula perutnya ke arah kemaluanku yang masih terbungkus celana tebal. Nana kembali menyambar leherku dengan kuluman bibirnnya yang merekah bak bibir artis terkenal. Aliran listrik seakan menjalar ke seluruh tubuh. Aku semula ragu menyambut keliaran Nana. Namun ketika kenikmatan tiba-tiba menjalar ke seluruh tubuh, menjadi mubazir belaka melepas kesempatanini.

"Kamu amat bergairah, Nana.." bisikku lirih di telinganya.
"Hmmm... iya... Sayang.." balasnya lirih sembari mendesah.
"Aku sebenarnya menginginkan Mas sejak lama... ukh..." serunya sembari menelan ludahnya.
"Ayo, Mas... teruskan.."
"Ya Sayang. Apa yang kamu inginkan dari Mas?"
"Semuanya," kata Nana sembari tangannya menjelajah dan mengelus batang kemaluanku. Bibirnya terus menyapu permukaan kulitku di leher, dada dan tengkuk. Perlahan kusingkap T-Shirt yang dikenakannya. Kutarik perlahan ke arah atas dan serta merta tangan Nana telah diangkat tanda meminta T-Shirt langsung dibuka saja. Kaos itu kulempar ke atas meja. Kedua jemariku langsung memeluknya kuat-kuat hingga badan Nana lekat ke dadaku. Kedua bukitnya menempel kembali, terasa hangat dan lembut. Jemariku mencari kancing BH yang terletak di punggungnya. Kulepas perlahan, talinya, kuturunkan melalui tangannya. BH itu akhirnya jatuh ke lantai dan kini ujung payudaranya menempel lekat ke arahku. Aku melorot perlahan ke arah dadanya dan kujilati penuh gairah. Permukaan dan tepi putingnya terasa sedikit asin oleh keringat Nana, namun menambah nikmat aroma gadis muda.

Tangan Nana mengusap-usap rambutku dan menggiring kepalaku agar mulutku segera menyedot putingnya. "Sedot kuat-kuat Mas, sedooottt..." bisiknya. Aku memenuhi permintaannya dan Nana tak kuasa menahan kedua kakinya. Ia seakan lemas dan menjatuhkan badan ke lantai berkarpet tebal. Ruang ber-AC itu terasa makin hangat. "Mas lepas..." katanya sambil telentang di lantai. Nana meminta aku melepas pakaian. Nana sendiri pun melepas rok dan celana dalamnya. Aku pun berbuat demikian namun masih kusisakan celana dalam. Nana melihat dengan pandangan mata sayu seperti tak sabar menunggu. Segera aku menyusulnya, tiduran di lantai. Kudekap tubuhnya dari arah samping sembari kugosokkan telapak tanganku ke arah putingnya. Nana melenguh sedikit kemudian sedikit memiringkan tubuhnya ke arahku. Sengaja ia segera mengarahkan putingnya ke mulutku.

"Mas sedot Mas... teruskan, enak sekali Mas... enak..." Kupenuhi permintaannya sembari kupijat-pijat pantatnya. Tanganku mulai nakal mencari selangkangan Nana. Rambutnya tidak terlalu tebal namun datarannya cukup mantap untuk mendaratkan pesawat "cocorde" milikku. Kumainkan jemariku di sana dan Nana tampak sedikit tersentak. "Ukh... khmem.. hsss... terus... terus," lenguhnya tak jelas. Sementara sedotan di putingnya kugencarkan, jemari tanganku bagaikan memetik dawai gitar di pusat kenikmatannya. Terasa jemari kanan tengahku telah mencapai gumpalan kecil daging di dinding atas depan vaginanya, ujungnya kuraba-raba lembut berirama. Lidahku memainkan puting sembari sesekali menyedot dan menghembusnya. Jemariku memilin klitoris Nana dengan teknik petik melodi.

Nana menggelinjang-gelinjang, melenguh-lenguh penuh nikmat. "Mas... Mas... ampun... terus, ampun... terus ukhhh..." Sebentar kemudian Nana lemas. Namun itu tidak berlangsung lama karena Nana kembali bernafsu dan berbalik mengambil inisitif. Tangannya mencari-cari arah kejantananku. Kudekatkan agar gampang dijangkau, dengan serta merta Nana menarik celana dalamku. Bersamaan dengan itu melesat keluar pusaka kesayangan Tari. Akibatnya, memukul ke arah wajah Nana. "Uh... Mas... apaan ini," kata Nana kaget. Tanpa menunggu jawabanku, tangan Nana langsung meraihnya. Kedua telapak tangannya menggenggam dan mengelus penisku.

"Mas... ini asli?"
"Asli, 100 persen," jawabku.
Nana geleng-geleng kepala. Lalu lidahnya menyambar cepat ke arah permukaan penisku yang berdiameter 6 cm dan panjang 19 cm itu, sedikit agak bengkok ke kanan. Di bagian samping kanan terlihat menonjol aliran otot keras. Bagian bawah kepalanya, masih tersisa sedikit kulit yang menggelambir. Otot dan gelambiran kulit itulah yang membuat perempuan bertambah nikmat merasakan tusukan senjata andalanku.

"Mas, belum pernah aku melihat penis sebesar dan sepanjang ini."
"Sekarang kamu melihatnya, memegangnya dan menikmatinya."
"Alangkah bahagianya MBak Tari."
"Makanya kamu pengin seperti dia, kan?"
Nana langsung menarik penisku. "Mas, aku ingin cepat menikmatinya. Masukkan, cepat masukkan."
Nana menelentangkan tubuhnya. Pahanya direntangkannya. Terlihat betapa mulus putih dan bersih. Diantara bulu halus di selangkangannya, terlihat lubang vagina yang mungil. Aku telah berada di antara pahanya. Exocet-ku telah siap meluncur. Nana memandangiku penuh harap.

"Cepat Mas, cepat.."
"Sabar Nana. Kamu harus benar-benar terangsang, Sayang..."
Namun tampaknya Nana tak sabar. Belum pernah kulihat perempuan sekasar Nana. Dia tak ingin dicumbui dulu sebelum dirasuki penis pasangannya. "Cepat Mas..." ajaknya lagi. Kupenuhi permintaannya, kutempelkan ujung penisku di permukaan lubang vaginanya, kutekan perlahan tapi sungguh amat sulit masuk, kuangkat kembali namun Nana justru mendorongkan pantatku dengan kedua belah tangannya. Pantatnya sendiri didorong ke arah atas. Tak terhindarkan, batang penisku bagai membentur dinding tebal. Namun Nana tampaknya ingin main kasar. Aku pun, meski belum terangsang benar, kumasukkan penisku sekuat dan sekencangnya. Meski perlahan dapat memasukirongga vaginanya, namun terasa sangat sesak, seret, panas, perih dan sulit. Nana tidak gentar, malah menyongsongnya penuh gairah.

"Jangan paksakan, Sayang.." pintaku.
"Terus. Paksa, siksa aku. Siksa... tusuk aku. Keras... keras jangan takut Mas, terus.." Dan aku tak bisa menghindar. Kulesakkan keras hingga separuh penisku telah masuk. Nana menjerit, "Aouwww.. sedikit lagi.." Dan aku menekannya kuat-kuat. Bersamaan dengan itu terasa ada yang mengalir dari dalam vagina Nana, meleleh keluar. Aku melirik, darah... darah segar. Nana diam. Nafasnya terengah-engah. Matanya memejam. Aku menahan penisku tetap menancap. Tidak turun, tidak juga naik. Untuk mengurangi ketegangannya, kucari ujung puting Nana dengan mulutku. Meski agak membungkuk, aku dapat mencapainya. Nana sedikit berkurang ketegangannya.

Beberapa saat kemudian ia memintaku memulai aktivitas. Kugerakkan penisku yang hanya separuh jalan, turun naik dan Nana mulai tampak menikmatinya. Pergerakan konstan itu kupertahankan cukup lama. Makin lama tusukanku makin dalam. Nana pasrah dan tidak sebuas tadi. Ia menikmati irama keluar masuk di liang kemaluannya yang mulai basah dan mengalirkan cairan pelicin. Nana mulai bangkit gairahnya menggelinjang dan melenguh dan pada akhirnya menjerit lirih, "Uuuhh.. Mas... uhhh... enaakkkk.. enaaakkk... Terus... aduh... ya ampun enaknya.." Nana melemas dan terkulai. Kucabut penisku yang masih keras, kubersihkan dengan bajuku. Aku duduk di samping Nana yang terkulai.

"Nana, kenapa kamu?"
"Lemas, Mas. Kamu amat perkasa."
"Kamu juga liar."

Nana memang sering berhubungan dengan laki-laki. Namun belum ada yang berhasil menembus keperawanannya karena selaput daranya amat tebal. Namun perkiraanku, para lelaki akan takluk oleh garangnya Nana mengajak senggama tanpa pemanasan yang cukup. Gila memang anak itu, cepat panas.

Sejak kejadian itu, Nana selalu ingin mengulanginya. Namun aku selalu menghindar. Hanya sekali peristiwa itu kami ulangi di sebuah hotel sepanjang hari. Nana waktu itu kesetanan dan kuladeni kemauannya dengan segala gaya. Nana mengaku puas.

Setelah lulus, Nana menikah dan tinggal di Palembang. Sejak itu tidak ada kabarnya. Dan, ketika pulang ke Yogya bersama anaknya, aku berjumpa di rumah bude.
"Mas Danu, mau nyoba lagi?" bisiknya lirih.
Aku hanya mengangguk.
"Masih gede juga?" tanyanya menggoda.
"Ya, tambah gede dong."
Dan malamnya, aku menyambangi di hotel tempatnya menginap. Pertarungan pun kembali terjadi dalam posisi sama-sama telah matang.
"Mas Danu, Mbak Tari sudah bisa dipakai belum?" tanyanya.
"Belum, dokter melarangnya," kataku berbohong.
Dan, Nana pun malam itu mencoba melayaniku hingga kami sama-sama terpuaskan.


TAMAT

Cerita Sex Gadis Remaja Masih SMU Terbaru

Dengan wajah yang manis, rambut sebahu, kulit putih bersih, mata bening dan ukuran payudara 34B, tak heran Mitha selalu menjadi incaran para lelaki, baik yang sekedar iseng menggoda atau yang serius ingin memacarinya. Tetapi sampai hari ini Mitha belum menjatuhkan pilihannya.
Alasannya cukup klasik, "Maaf ya.., kita temenan aja dulu.., soalnya saya belum berani pacaran.., khan masih kecil, ntar dimarahin ortu kalau ketahuan..." begitu selalu kilahnya kepada setiap lelaki yang mendekatinya.

Begitulah Mitha, gadis manis yang belum terjamah bebasnya pergaulan metropolis seperti Jakarta tempatnya tinggal. Mitha mungkin akan cukup lama bertahan dalam keluguannya kalau saja peristiwa itu tidak terjadi.

Pagi itu selesai menyiapkan diri untuk berangkat, Mitha sedikit tergesa-gesa menjalankan Honda Supra-nya. Tanpa disadarinya dari kejauhan tiga pasang mata mulai mengintainya. Anton (25 tahun) mahasiswa salah satu PTS yang pernah ditolak cintanya oleh Mita, hari itu mengajak dua rekannya (Iwan dan Tejo) yang terkenal bejat untuk memberi pelajaran buat Mitha, karena Anton yang playboy paling pantang untuk ditolak, apalagi oleh gadis ingusan macam Mitha.

Tepat di jalan sempit yang hampir jarang dilewati orang, Anton dan kawan-kawan memalangkan Toyota Land Cruser-nya, karena mereka tahu persis Mitha akan melewati jalan pintas ini menuju sekolahnya. Sedikit kaget melihat mobil menghadang jalannya, Mitha gugup dan terjatuh dari motornya. Anton yang berada di dalam mobil beranjak keluar.
"Hai Mit.., jatuh ya..?" kata Anton dengan santainya.
"Apa-apaan sih kamu..? Mau bunuh aku ya..?" hardik Mitha dengan wajah kesal.
"Nggak.., cuman aku mau kamu jadi pacarku, jangan nolak lagi lho..! Ntar..." kata Anton yang belum sempat menyelesaikan kata-katanya.
"Ntar apa..?" potong Mitha yang masih dengan wajah kesal.
"Ntar gue perkosa lo..!"
"Sialan dasar usil, cepetan minggir aku udah telat nih..!" bentak Mitha.

Air mata di pipinya mulai menetes karena Anton tetap menghalangi jalannya.
"Anton please.., minggir dong..!" pintanya sudah tidak sabaran lagi.
Anton mulai mendekati Mitha yang gemetar tidak tahu harus bagaimana lagi menghadapi bajingan ini. Tiba-tiba dari arah belakang sebuah pukulan telak mendarat di tengkuk Mitha yang membuatnya pingsan seketika. Rupanya Iwan yang sedari tadi bersembunyi di balik pohon bersama delapan orang lainnya sudah tidak sabar lagi.
"Ayo kita angkut dia..!" perintah Anton kepada teman-temannya.

Singkat cerita, Mitha dibawa ke sebuah rumah kosong di pinggir kota. Letak rumah itu menyendiri, jauh dari rumah-rumah yang lainnya, sehingga apapun yang terjadi di dalamnya tidak akan diketahui siapapun.

Sebuah tamparan di pipinya membuat gadis ini mulai siuman. Dengan tatapan nafsu dari dua lelaki yang sama sekali tidak dikenalnya kecuali satu orang, yaitu Anton. Mitha mulai ketakutan memandang sekelilingnya. Apa yang akan terjadi samar-samar mulai terbayang di matanya. Jelas sekali dia akan diperkosa oleh 3 orang. Rupanya mereka sudah tidak sabaran lagi untuk segera memperkosa Mitha. Tangan-tangan mereka mulai merobek-robek pakaian gadis itu dengan sangat kasar tanpa perduli teriakan ampum maupun tangisan Mitha.

Setelah menelanjangi Mitha sehingga Mitha benar-benar bugil. Sekali sentak Iwan menjambak rambut Mitha dan menariknya, sehingga tubuh Mitha yang tekulai di lantai terangkat ke atas dalam posisi berlutut menghadap Iwan.
"An.., lo mau gue apain nih cewek..?" kata Iwan sambil melirik ke arah Anton.
"Terserah deh.., emang gue pikirin..!"
Iwan menatap sebentar ke arah Mitha yang sudah sangat ketakutan, air matanya nampak mengalir dan, "PLAK..!" tamparan Iwan melayang ke pipinya.

Anton dan yang lainnya mulai membuka pakaian masing-masing, sehingga sekejap orang-orang yang berada dalam ruangan itu semuanya telanjang bulat. Mitha yang terduduk di lantai karena dicampakkan Iwan kembali menerima perlakuan serupa dari Anton yang kembali menjambak rambutnya, hanya saja tidak menariknya ke atas, tetapi ke bawah, sehingga sekarang Mitha dalam posisi telentang. Teman-teman Anton memegangi kedua tangan dan kaki Mitha, sedangkan Anton duduk tepat di atas kedua payudara Mitha. Penis Anton yang sudah mengeras dengan panjang 18 cm ditempelkan ke bibir Mitha.

"Ayo isep kontol gue..!" bentak Anton tidak sabaran.
Karena Mitha tidak juga membuka mulutnya, Anton menampar Mitha berkali-kali. Karena tidak tahan, akhirnya mulut mungil Mitha mulai terbuka. Tanpa ampun Anton yang sudah tidak sabaran memasukkan penisnya sampai habis, tonjolan kepala penis Anton nampak di tenggorokan Mitha. Anton mulai memaju-mundurkan penisnya di mulut Mitha selama 5 menit tanpa memberi kesempatan Mitha untuk bernafas. Mitha kesakitan dan mulai kehabisan nafas, Anton bukannya kasihan tetapi malah semakin brutal menancapkan penisnya.

Selang beberapa saat, Anton mengeluarkan penisnya dari mulut Mitha, dan segera diganti oleh Penis Iwan yang panjangnya hampir 20 cm. Tejo yang sedari tadi memegang kaki Mitha mulai menjalankan aksinya. Paha Mitha ditarik ke atas dan mengarahkan penisnya ke vagina Mitha. Penis Tejo yang paling besar di antara kedua rekannya tidak terlalu gampang menembus vagina Mitha yang memang sangat sempit, karena masih perawan. Tetapi Tejo tidak perduli, penisnya terus ditekan ke dalam vagina Mitha dan tidak berapa lama Mitha tampak meringis kesakitan, tetapi tidak mampu bersuara karena mulutnya tersumbat penis Iwan yang dengan kasarnya menembus hingga tenggorokannya.

Tejo memaju-mundurkan penisnya ke dalam vagina Mitha dan nampak darah mulai menetes dari vagina Mitha. Keperawanan Mitha telah dikoyak Tejo. Iwan yang tidak puas akan "pelayanan" Mitha nampak kesal.
"Ayo isep atau gue cekik lo..!" bentaknya ke arah Mitha yang sudah dingin pandangannya.
Mitha yang sudah putus asa hanya dapat menuruti keinginan Iwan. Mulutnya dimaju-mundurkan sambil menghisap penis Iwan.
"Ayo cepat..!" kata Iwan lagi.
Karena dalam posisinya yang telentang, agak sulit bagi Mitha menaik-turunkan kepalanya untuk mengulum penis Iwan, tetapi Iwan rupanya tidak mau perduli. Mitha melingkarkan tangannya ke pinggang Iwan, sehingga dia dapat sedikit mempercepat gerakannya sesuai keinginan Iwan.

Hampir 30 menit berlalu, Iwan hampir ejakulasi, rambut Mitha ditarik ke bawah sehingga wajahnya menengadah ke atas. Iwan mencabut penisnya dari mulut Mitha.
"Buka yang lebar dan keluarin lidah lo..!" bentaknya lagi.
Mitha membuka mulutnya lebar-lebar dan menjulurkan lidahnya keluar. Iwan memasukkan kembali setengah penisnya ke mulut Mitha dan, "Ah.., crot... crot... crot..!" sperma Iwan yang banyak masuk ke mulut Mitha.
"Telan semuanya..!"

Mitha terpaksa menelan semua sperma Iwan yang masuk ke mulutnya, walau sebagian ada yang mengalir di sela-sela bibirnya.

Tejo yang juga hampir ejakulasi mencabut penisnya dari vagina Mitha dan merangkat ke atas dada Mitha dan bersamaan dengan Iwan mencabut penisnya dari mulut Mitha. Tejo memasukkan penisnya ke mulut Mitha sampai habis masuk hingga ke tenggorokan mitha.
Dan, "Crot.. crot.. crot..!" kali ini sperma Tejo langsung masuk melewati tenggorokan Mitha.
Anton yang sedari tadi menonton perbuatan kedua rekannya melakukan hal serupa yang dilakukan Tejo, hanya saja Anton menyemprotkan spermanya ke dalam vagina Mitha.

Begitulah selanjutnya, masing-masing dari mereka kembali memperkosa Mitha sehingga baik Anton, Tejo dan Iwan dapat merasakan nikmatnya vagina Mitha dan hangatnya kuluman bibir Mitha yang melingkari penis-penis mereka. Mereka benar-benar sudah melampaui batasan keinginan berbalas denadam terhadap Mitha yang tadinya masih polos itu.

Sebelum meninggalkan Mitha sendirian di rumah kosong, mereka sempat membuat photo-photo telanjang Mitha yang dipergunakan untuk mengancam Mitha seandainya buka mulut. Photo-photo tersebut akan disebarkan ke seantero sekolah Mitha jika memang benar-benar Mitha melaporkan hal tersebut ke orang lain.

Hari-hari selanjutnya dengan berbagai ancaman, Mitha terpaksa pasrah diperkosa kembali oleh Anton dan kawan-kawan sampai belasan kali. Dan setiap kali diperkosa, jumlahnya selalu bertambah, hingga terakhir Mitha diperkosa 40 orang, dan dipaksa menelan sperma setiap pemerkosanya. Sungguh malang nasib Mitha.


TAMAT