Jumat, 24 Agustus 2012

Menyetubuhi Saudara Tiriku

Sebelum aku cerita pengalaman sex ku yang satu ini aku ingin kenalkan dulu namaku Ben. Ceritaku ini dimulai, waktu aku SMA kelas 3, waktu itu aku baru sebulan tinggal sama ayah tiriku. Ibu menikah dengan orang ini karena karena tidak tahan hidup menjanda lama-lama. Yang aku tidak sangka-sangka ternyata ayah tiriku punya 2 anak cewek yang keren dan seksi habis, yang satu sekolahnya sama denganku, namanya Lusi dan yang satunya lagi sudah kuliah, namanya Riri. Si Lusi cocok sekali kalau dijadikan bintang iklan obat pembentuk tubuh, nah kalau si Riri paling cocok untuk iklan BH sama suplemen payudara. Sejak pertama aku tinggal, aku selalu berangan-angan bahwa dapat memiliki mereka, tapi angan-angan itu selalu buyar oleh berbagai hal. Dan siang ini kebetulan tidak ada orang di rumah selain aku dengan Lusi, ini juga aku sedang kecapaian karena baru pulang sekolah. “Lus! entar kalau ada perlu sama aku, aku ada di kamar,” teriakku dari kamar. Aku mulai menyalakan komputerku dan karena aku sedang suntuk, aku mulai dech surfing ke situs-situs porno kesayanganku, tapi enggak lama kemudian Lusi masuk ke kamar sambil bawa buku, kelihatannya dia mau tanya pelajaran. “Ben, kemaren kamu udah nyatet Biologi belom, aku pinjem dong!” katanya dengan suara manja. Tanpa memperdulikan komputerku yang sedang memutar film BF via internet, aku mengambilkan dia buku di rak bukuku yang jaraknya lumayan jauh dengan komputerku.
“Lus..! nich bukunya, kemarenan aku udah nyatet,” kataku.
Lusi tidak memperhatikanku tapi malah memperhatikan film BF yang sedang di komputerku.
“Lus.. kamu bengong aja!” kataku pura-pura tidak tahu.
“Eh.. iya, Ben kamu nyetel apa tuh! aku bilangin bonyok loh!” kata Lusi.
“Eeh.. kamu barusan kan juga liat, aku tau kamu suka juga kan,” balas aku.
“Mending kita nonton sama-sama, tenang aja aku tutup mulut kok,” ajakku berusaha mencari peluang.
“Bener nich, kamu kagak bilang?” katanya ragu.
“Suwer dech!” kataku sambil mengambilkan dia kursi.

Lusi mulai serius menonton tiap adegan, sedangkan aku serius untuk terus menatap tubuhnya.
“Lus, sebelum ini kamu pernah nonton bokep kagak?” tanyaku.
“Pernah, noh aku punya VCD-nya,” jawabnya.
Wah gila juga nich cewek, diam-diam nakal juga.
“Kalau ML?” tanyaku lagi.
“Belom,” katanya, “Tapi.. kalo sendiri sich sering.”
Wah makin berani saja aku, yang ada dalam pikiranku sekarang cuma ML sama dia.
Bagaimana caranya si “Beni Junior” bisa puas, tidak peduli saudara tiri, yang penting nafsuku hilang.
Melihat dadanya yang naik-turun karena terangsang, aku jadi semakin terangsang, dan batang kemaluanku pun makin tambah tegang.
“Lus, kamu terangsang yach, ampe napsu gitu nontonnya,” tanyaku memancing.
“Iya nic Ben, bentar yach aku ke kamar mandi dulu,” katanya.
“Eh.. ngapain ke kamar mandi, nih liat!” kataku menunjuk ke arah celanaku.
“Kasihanilah si Beni kecil,” kataku.
“Pikiran kamu jangan yang tidak-tidak dech,” katanya sambil meninggalkan kamarku.
“Tenang aja, rumah kan lagi sepi, aku tutup mulut dech,” kataku memancing.

Dan ternyata tidak ia gubris, bahkan terus berjalan ke kamar mandi sambil tangan kanannya meremas-remas buah dadanya dan tangan kirinya menggosok-gosok kemaluannya, dan hal inilah yang membuatku tidak menyerah. Kukejar terus dia, dan sesaat sebelum masuk kamar mandi, kutarik tangannya, kupegang kepalanya lalu kemudian langsung kucium bibirnya. Sesaat ia menolak tapi kemudian ia pasrah, bahkan menikmati setiap permainan lidahku. “Kau akan aku berikan pengalaman yang paling memuaskan,” kataku, kemudian kembali melanjutkan menciumnya. Tangannya membuka baju sekolah yang masih kami kenakan dan juga ia membuka BH-nya dan meletakkan tanganku di atas dadanya, kekenyalan dadanya sangat berbeda dengan gadis lain yang pernah kusentuh.
Perlahan ia membuka roknya, celanaku dan celana dalamnya. “Kita ke dalam kamar yuk!” ajaknya setelah kami berdua sama-sama bugil, “Terserah kaulah,” kataku,
“Yang penting kau akan kupuaskan.” Tak kusangka ia berani menarik penisku sambil berciuman, dan perlahan-lahan kami berjalan menuju kamarnya. “Ben, kamu tiduran dech, kita pake ’69′ mau tidak?” katanya sambil mendorongku ke kasurnya. Ia mulai menindihku, didekatkan vaginanya ke mukaku sementara penisku diemutnya, aku mulai mencium-cium vaginanya yang sudah basah itu, dan aroma kewanitaannya membuatku semakin bersemangat untuk langsung memainkan klitorisnya.

Tak lama setelah kumasukkan lidahku, kutemukan klitorisnya lalu aku menghisap, menjilat dan kadang kumainkan dengan lidahku, sementara tanganku bermain di dadanya. Tak lama kemudian ia melepaskan emutannya. “Jangan hentikan Ben.. Ach.. percepat Ben, aku mau keluar nich! ach.. ach.. aachh.. Ben.. aku ke.. luar,” katanya berbarengan dengan menyemprotnya cairan kental dari vaginanya. Dankemudian dia lemas dan tiduran di sebelahku.

“Lus, sekali lagi yah, aku belum keluar nich,” pintaku.
“Bentar dulu yach, aku lagi capek nich,” jelasnya.
Aku tidak peduli kata-katanya, kemudian aku mulai mendekati vaginanya.
“Lus, aku masukkin sekarang yach,” kataku sambil memasukkan penisku perlahan-lahan.
Kelihatannya Lusi sedang tidak sadarkan diri, dia hanya terpejam coba untuk beristirahat. vag|na Lusi masih sempit sekali, penisku dibuat cuma diam mematung di pintunya. Perlahan kubuka dengan tangan dan terus kucoba untuk memasukkannya, dan akhirnya berhasil penisku masuk setengahnya, kira-kira 7 cm.

“Jangan Ben.. entar aku hamil!” katanya tanpa berontak.
“Kamu udah mens belom?” tanyaku.
“Udah, baru kemaren, emang kenapa?” katanya.
Sambil aku masukkan penisku yang setengah, aku jawab pertanyaannya,
“Kalau gitu kamu kagak bakal hamil.”
“Ach.. ach.. ahh..! sakit Ben, a.. ach.. ahh, pelan-pelan, aa.. aach.. aachh..!” katanya berteriak nikmat.
“Tenang aja cuma sebentar kok, Lus mending doggy style dech!” kataku tanpa melepaskan pen|s dan berusaha memutar tubuhnya.
Ia menuruti kata-kataku, lalu mulai kukeluar-masukkan penisku dalam vaginanya dan kurasa ia pun mulai terangsang kembali, karena sekarang ia merespon gerakan keluar-masukku dengan menaik-turunkan pinggulnya.

“Ach.. a.. aa ach..” teriaknya.
“Sakit lagi Ben.. a.. aa.. ach..”
“Tahan aja, cuma sebentar kok,” kataku sambil terus bergoyang dan meremas-remas buah dadanya.

———-

“Ben,. ach pengen.. ach.. a.. keluar lagi Ben..” katanya.
“Tunggu sebentar yach, aku juga pengen nich,” balasku.
“Cepetan Ben, enggak tahan nich,” katanya semakin menegang.
“A.. ach.. aachh..! yach kan keluar.”
“Aku juga Say..” kataku semakin kencang menggenjot dan akhirnya setidaknya enam tembakan spermaku di dalam vaginanya.

Kucabut penisku dan aku melihat seprei, apakah ada darahnya atau tidak? tapi tenyata tidak.
“Lus kamu enggak peraw*n yach,” tanyaku.
“Iya Ben, dulu waktu lagi masturbasi nyodoknya kedaleman jadinya pecah dech,” jelasnya.
“Ben ingat loh, jangan bilang siapa-siapa, ini rahasia kita aja.”"Oh tenang aja aku bisa dipercaya kok, asal lain kali kamu mau lagi.”
“Siapa sih yang bisa nolak ‘Beni Junior’,” katanya mesra.

Setelah saat itu setidaknya seminggu sekali aku selalu melakukan ML dengan Lusi, terkadang aku yang memang sedang ingin atau terkadang juga Lusi yang sering ketagihan, yang asyik sampai saat ini kami selalu bermain di rumah tanpa ada seorang pun yang tahu, kadang tengah malam aku ke kamar Lusi atau sebaliknya, kadang juga saat siang pulang sekolah kalau tidak ada orang di rumah.

Kali ini kelihatannya Lusi lagi ingin, sejak di sekolah ia terus menggodaku, bahkan ia sempat membisikkan kemauannya untuk ML siang ini di rumah, tapi malangnya siang ini ayah dan ibu sedang ada di rumah sehingga kami tak jadi melakukan ini. Aku menjanjikan nanti malam akan main ke kamarnya, dan ia mengiyakan saja, katanya asal bisa ML denganku hari ini ia menurut saja kemauanku.

Ternyata sampai malan ayahku belum tidur juga, kelihatannya sedang asyik menonton pertandingan bola di TV, dan aku pun tidur-tiduran sambil menunggu ayahku tertidur, tapi malang malah aku yang tertidur duluan. Dalam mimpiku, aku sedang dikelitiki sesuatu dan berusaha aku tahan, tapi kemudian sesuatu menindihku hingga aku sesak napas dan kemudian terbangun.

“Lusi! apa Ayah sudah tidur?” tanyaku melihat ternyata Lusi yang menindihiku dengan keadaan telanjang.
“kamu mulai nakal Ben, dari tadi aku tunggu kamu, kamu tidak datang-datang juga. kamu tau, sekarang sudah jam dua, dan ayah telah tidur sejak jam satu tadi,” katanya mesra sambil memegang penisku karena ternyata celana pendekku dan CD-ku telah dibukanya.
“Yang nakal tuh kamu, Bukannya permisi atau bangunin aku kek,” kataku.
“kamu tidak sadar yach, kamu kan udah bangun, tuh liat udah siap kok,” katanya sambil memperlihatkan penisku.
“Aku emut yach.”
Emutanya kali ini terasa berbeda, terasa begitu menghisap dan kelaparan.
“Lus jangan cepet-cepet dong, kasian ‘Beni Junior’ dong!”
“Aku udah kepengen berat Ben!” katanya lagi.
“Mending seperti biasa, kita pake posisi ’69′ dan kita sama-sama enak,” kataku sembil berputar tanpa melepaskan emutannya kemudian sambil terus diemut.

Aku mulai menjilat-jilat vaginanya yang telah basah sambil tanganku memencet-mencet payudaranya yang semakin keras, terus kuhisap vaginanya dan mulai kumasukkan lidahku untuk mencari-cari klitorisnya.
“Aach.. achh..” desahnya ketika kutemukan klitorisnya.
“Ben! kamu pinter banget nemuin itilku, a.. achh.. ahh..”
“kamu juga makin pinter ngulum ‘Beni’ kecil,” kataku lagi.
“Ben, kali ini kita tidak usah banyak-banyak yach, aa.. achh..” katanya sambil mendesah.
“Cukup sekali aja nembaknya, taapi.. sa.. ma.. ss.. sa.. ma.. maa ac.. ach..” katanya sambil menikmati jilatanku.
“Tapi Ben aku.. ma.. u.. keluar nich! Ach.. a.. aahh..” katanya sambil menegang kemudian mengeluarkan cairan dari vaginanya.

“Kayaknya kamu harus dua kali dech!” kataku sambil merubah posisi.
“Ya udah dech, tapi sekarang kamu masukin yach,” katanya lagi.
“Bersiaplah akan aku masukkan ini sekarang,” kataku sambil mengarahkan penisku ke vaginanya.
“Siap-siap yach!”
“Ayo dech,” katanya.
“Ach.. a.. ahh..” desahnya ketika kumasukkan penisku.
“Pelan-pelan dong!”
“Inikan udah pelan Lus,” kataku sambil mulai bergoyang.
“Lus, kamu udah terangsang lagi belon?” tanyaku.
“Bentar lagi Ben,” katanya mulai menggoyangkan pantatnya untuk mengimbangiku, dan kemudian dia menarik kepalaku dan memitaku untuk sambil menciumnya.

“Sambil bercumbu dong Ben!”
Tanpa disuruh dua kali aku langsung mncumbunya, dan aku betul-betul menikmati permainan lidahnya yang semakin mahir.
“Lus kamu udah punya pacar belom?” tanyaku.”Aku udah tapi baru abis putus,” katanya sambil mendesah.
“Ben pacar aku itu enggak tau loh soal benginian, cuma kamu loh yang beginian sama aku.”
“Ach yang bener?” tanyaku lagi sambil mempercepat goyangan.
“Ach.. be.. ner.. kok Ben, a.. aa.. ach.. achh,” katanya terputus-putus.
“Tahan aja, atau kamu mau udahan?” kataku menggoda.
“Jangan udahan dong, aku baru kamu bikin terangsang lagi, kan kagak enak kalau udahan, achh.. aa.. ahh.. aku percepat yach Ben,” katanya.

Kemudian mempercepat gerakan pinggulnya.
“Kamu udah ngerti gimana enaknya, bentar lagi kayaknya aku bakal keluar dech,” kataku menyadari bahwa sepermaku sudah mengumpul di ujung.
“Achh.. ach.. bentar lagi nih.”
“Tahan Ben!” katanya sambil mengeluarkan penisku dari vaginanya dan kemudian menggulumnya sambil tanganya mamainkan klitorisnya.
“Aku juga Ben, bantu aku cari klitorisku dong!” katanya menarik tanganku ke vaginanya.
Sambil penisku terus dihisapnya kumainkan klitorisnya dengan tanganku dan..
“Achh.. a.. achh.. achh.. ahh..” desahku sambil menembakkan spermaku dalam mulutnya.
“Aku juga Ben..” katanya sambil menjepit tanganku dalam vaginanya.
“Ach.. ah.. aa.. ach..” desahnya.

“Aku tidur di sini yach, nanti bangunin aku jam lima sebelum ayah bagun,” katanya sambil menutup mata dan kemudian tertidur, di sampingku.
Tepat jam lima pagi aku bangun dan membangunkanya, kemudian ia bergegas ke kamar madi dan mempersiapkan diri untuk sekolah, begitu juga dengan aku. Yang aneh siang ini tidak seperti biasanya Lusi tidak pulang bersamaku karena ia ada les privat, sedangkan di rumah cuma ada Mbak Riri, dan anehnya siang-siang begini Mbak Riri di rumah memakai kaos ketat dan rok mini seperti sedang menunggu sesuatu.

———-

“Siang Ben! baru pulang? Lusi mana?” tanyanya.
“Lusi lagi les, katanya bakal pulang sore,” kataku, “Loh Mbak sendiri kapan pulang? katanya dari Solo yach?”
“Aku pulang tadi malem jam tigaan,” katanya.
“Ben, tadi malam kamu teriak sendirian di kamar ada apa?”
Wah gawat sepertinya Mbak Riri dengar desahannya Lusi tadi malam.
“Ach tidak kok, cuma ngigo,” kataku sambil berlalu ke kamar.
“Ben!” panggilnya, “Temenin Mbak nonton VCD dong, Mbak males nich nonton sendirian,” katanya dari kamarnya.
“Bentar!” kataku sambil berjalan menuju kamarnya, “Ada film apa Mbak?” tanyaku sesampai di kamarnya.
“Liat aja, nanti juga tau,” katanya lagi.
“Mbak lagi nungguin seseorang yach?” tanyaku.
“Mbak, lagi nungguin kamu kok,” katanya datar, “Tuh liat filmnya udah mulai.”

“Loh inikan..?” kataku melihat film BF yang diputarnya dan tanpa meneruskan kata-kataku karena melihat ia mendekatiku. Kemudian ia mulai mencium bibirku.
“Mbak tau kok yang semalam,” katanya, “Kamu mau enggak ngelayanin aku, aku lebih pengalaman dech dari Lusi.”
Wah pucuk di cinta ulam tiba, yang satu pergi datang yang lain.
“Mbak, aku kan adik yang berbakti, masak nolak sich,” godaku sambil tangan kananku mulai masuk ke dalam rok mininya menggosok-gosok vaginanya, sedangkan tangan kiriku masuk ke kausnya dan memencet-mencet payudaranya yang super besar.
“Kamu pinter dech, tapi sayang kamu nakal, pinter cari kesempatan,” katanya menghentikan ciumannya dan melepaskan tanganku dari dada dan vaginanya.
“Mbak mau ngapain, kan lagi asyik?” tanyaku.”Kamu kagak sabaran yach, Mbak buka baju dulu terus kau juga, biar asikkan?” katanya sambil membuka bajunya.

Aku juga tak mau ketinggalan, aku mulai membuka bajuku sampai pada akhirnya kami berdua telanjang bulat.
“Tubuh Mbak bagus banget,” kataku memperhatikan tubuhnya dari atas sampai ujung kaki, benar-benar tidak ada cacat, putih mulus dan sekal.
Ia langsung mencumbuku dan tangan kanannya memegang penisku, dan mengarahkan ke vaginanya sambil berdiri.
“Aku udah enggak tahan Ben,” katanya.
Kuhalangi penisku dengan tangan kananku lalu kumainkan vaginanya dengan tangan kiriku.
“Nanti dulu ach, beginikan lebih asik.”
“Ach.. kamu nakal Ben! pantes si Lusi mau,” katanya mesra.

“Ben..! Mbak..! lagi dimana kalian?” terdengar suara Lusi memanggil dari luar.
“Hari ini guru lesnya tidak masuk jadi aku dipulangin, kalian lagi dimana sich?” tanyanya sekali lagi.
“Masuk aja Lus, kita lagi pesta nich,” kata Mbak Riri.
“Mbak! Entar kalau Lusi tau gimana?” tanyaku.
“Ben jangan panggil Mbak, panggil aja Riri,” katanya dan ketika itu aku melihat Lusi di pintu kamar sedang membuka baju.
“Rir, aku ikut yach!” pinta Lusi sambil memainkan vaginanya.
“Ben kamu kuat nggak?” tanya Riri.
“Tenang aja aku kuat kok, lagian kasian tuch Lusi udah terangsang,” kataku.
“Lus cepet sinih emut ‘Beni Junior’,” ajakku.

Tanpa menolak Lusi langsung datang mengemut penisku.
“Mending kita tiduran, biar aku dapet vaginamu,” kataku pada Riri.
“Ayo dech!” katanya kemudian mengambil posisi.
Riri meletakkan vaginanya di atas kepalaku, dan kepalanya menghadap vag|na Lusi yang sedang mengemut penisku.
“Lus, aku maenin vaginamu,” katanya.
Tanpa menunggu jawaban dari Lusi ia langsung bermain di vaginanya.Permainan ini berlangsung lama sampai akhirnya Riri menegangkan pahanya, dan.. “Ach.. a.. aach.. aku keluar..” katanya sambil menyemprotkan cairan di vaginanya.

“Sekarang ganti Lusi yach,” kataku.
Kemudian aku bangun dan mengarahkan penisku ke vaginanya dan masuk perlahan-lahan.
“Ach.. aach..” desah Lusi.
“Kamu curang, Lusi kamu masukin, kok aku tidak?” katanya.
“Abis kamu keluar duluan, tapi tenang aja, nanti abis Lusi keluar kamu aku masukin, yang penting kamu merangsang dirimu sendiri,” kataku.
“Yang cepet dong goyangnya!” keluh Lusi.
Kupercepat goyanganku, dan dia mengimbanginya juga.
“Kak, ach.. entar lagi gant.. a.. ach.. gantian yach, aku.. mau keluar ach.. aa.. a.. ach..!” desahnya, kemudian lemas dan tertidur tak berdaya.

“Ayo Ben tunggu apa lagi!” kata Riri sambil mengangkang mampersilakan penisku untuk mencoblosnya.
“Aku udah terangsang lagi.”
Tanpa menunggu lama aku langsung mencoblosnya dan mencumbunya.
“Gimana enak penisku ini?” tanyaku.
“pen|s kamu kepanjangan,” katanya, “tapi enak!”.
“Kayaknya kau nggak lama lagi dech,” kataku.
“Sama, aku juga enggak lama lagi,” katanya, “Kita keluarin sama-sama yach!” terangnya.
“Di luar apa di dalem?” tanyaku lagi.
“Ach.. a.. aach.. di.. dalem.. aja..” katanya tidak jelas karena sambil mendesah.
“Maksudku, ah.. ach.. di dalem aja.. aah.. ach.. bentar lagi..”
“Aku.. keluar.. ach.. achh.. ahh..” desahku sambil menembakkan spermaku.
“Ach.. aach.. aku.. ach.. juga..” katanya sambil menegang dan aku merasakan cairan membasahi penisku dalam vaginanya.

Akhirnya kami bertiga tertidur di lantai dan kami bangun pada saat bersamaan.
“Ben aku mandi dulu yach, udah sore nich.”
“Aku juga ach,” kataku.
“Ben, Lus, lain kali lagi yach,” pinta Riri.
“Itu bisa diatur, asal lagi kosong kayak gini, ya nggak Ben!” kata Lusi.
“Kapan aja kalian mau aku siap,” kataku.
“Kalau gitu kalian jangan mandi dulu, kita main lagi yuk!” kata Riri mulai memegang penisku.

Akhirnya kami main lagi sampai malam dan kebetulan ayah dan ibu telepon dan mengatakan bahwa mereka pulangnya besok pagi, jadi kami lebih bebas bermain, lagi dan lagi. Kemudian hari selanjutya kami sering bermain saat situasi seperti ini, kadang tengah malam hanya dengan Riri atau hanya Lusi. Oh bapak tiri, ternyata selain harta banyak, kamu juga punya dua anak yang siap menemaniku kapan saja, ohh nikmatnya hidup ini.

Mama Tiriku, Guru Seksku

Aku memang punya 'kelainan' yaitu Oedipus Complex, senang dan terangsang bila melihat wanita lebih tua (STW) yang cantik. Nafsuku akan menggebu -gebu. Semua itu berpengaruh di tempat tidur karena akan lebih hot karena dasarnya aku suka sekali. Pengalaman berikut adalah yang aku alamain saat remaja. Mungkin pula pengalaman ini yang membekas di pikiranku secara psikologis sehingga aku menjadi lelaki yang suka wanita lebih tua. Pengalaman dibawah ini nggak akan pernah aku lupa.



*****



Saat usia 10 tahun, Papa dan Mama bercerai karena alasan tidak cocok. Aku sebagai anak-anak sih nerima aja tanpa bisa protes. Saat aku berusia 15 tahun, Papa kawin lagi. Papa yang saat itu berusia 37 tahun kawin dengan Tante Nuna yang berusia 35 tahun. Tante Nuna orangnya cantik, setidaknya pikiranku sebagai lelaki disuia ke 15 tahun yang sudah mulai merasakan getaran terhadap wanita. Tubuhnya tinggi, putih, pantatnya berisi dan buah dadanya padat. Saat menikah dengan Papa, Tante Nuna juga seorang janda tapi nggak punya anak.



Sejak kawin, Papa jadi semangat hidup berimbas ke kerjanya yang gila-gilaan. Sebagai pengusaha, Papa sering keluar kota. Tinggallah aku dan ibu tiriku dirumah. Lama-lama aku jadi deket dengan Tante Nuna yang sejak bersama Papa aku panggil Mama Nuna. Aku jadi akrab dengan Mama Nuna karena kemana-mana Mama minta tolong aku temenin. Dirumahpun kalo Papa nggak ada aku yang nemenin nonton TV atau nonton film VCD. Aku senang sekali dimanja sama Mama baruku ini.



Setahun sudah Papa kawin dengan Mama Nuna tapi belom ada tanda -tanda kalo aku bakalan punya adik baru. Bahkan Papa semakin getol cari duit dan sering banget keluar kota. Aku dan Mama Nuna semakin akrab aja. Sampai-sampai kami seperti tidak ada batasan sebagai anak tiri dan ibu tiri. Kami mulai sering tidur disatu tempat tidur bersama. Mama Nuna mulai nggak risih untuk mengganti pakaian didepanku walaupun tidak bener-bener telanjang. Tapi terkadang aku suka menangkap basah Mama Nuna lagi berpolos ria mematut didepan kaca sehabis mandi. Beberapa kali kejadian aku jadi apal kalo setiap habis mandi Mama pasti masuk kamarnya dengan hanya melilitkan handuk dan sesampai dikamar handuk pasti ditanggalkan.



Beberapa kali kejadian aku membuka kamar Mama yang nggak dikunci aku kepergok Mama Nuna masih dalam keadaan tanpa sehelai benang sedang bengong didepan cermin. Lama-lama aku sengajain aja setiap selesai Mama mandi beberapa menit kemudian aku pasti pura-pura nggak sengaja buka pintu dan pemandangan indah terhampar dimata mudaku. Sampai suatu ketika, mungkin karena terdorong nafsu laki-laki yang mulai menggeliat diusia 16 tahun, aku menjadi bernafsu besar ketika melihat Mama sedang tiduran dikasur tanpa pakaian. Matanya terpejam sementara tangannya menggerayang tubuhnya sendiri sambil sedikit merintih. Aku terpana didepan pintu yang sedikit terbuka dan menikmati pemandangan itu. Lama aku menikmati pemandangan itu. Kemaluanku berdiri tegak dibalik celana pendekku. Ah, inikah pertanda kalo anak laki-laki sedang birahi? Batinku. Aku terlena dengan pemandangan Mama Nuna yang semakin hot menggeliat-geliat dan melolong. Tanpa sadar tanganku memegang dan memijit-mijit si otong kecil yang sedari tadi tegang. Tiba-tiba aku seperti pengen pipis dan ahh koq pipisnya enak ya. Akupun bergegas kekamar mandi seiring Mama Nuna yang lemas tertidur.



Kejadian seperti jadi pemandanganku setiap hari. Lama -lama aku jadi bertanya-tanya. Mungkinkah ini disengaja sama Mama? Dari keseringan melihat pemandangan ini rupanya terekam diotakku kalau wanita cantik itu adalah wanita yang lebih dewasa. Wanita berumur yang cantik dimataku terlihat sangat sexi dan sangat menggairahkan.



Suatu siang sepulang aku dari sekolah aku langsung ke kamarku. Seperti biasa aku melongok ke kamar Mama. Kulihat Mama Nuna dalam keadaan telanjang bulat sedang tertidur pulas. Kuberanikan untuk mendekat Mumpum perempuan cantik ini lagi tidur, batinku. Kalau selama ini aku hanya berani melihat Mama dari balik pintu kali ini tubuh cantik tanpa busana bener-bener berada didepanku. Kupelototi semua lekuk liku tubuh Mama. Ahh, si otong bereaksi keras, menyentak-nyentak ganas. Tanpa kusadari, mungkin terdorong nafsu yang nggak bisa dibendung, kuberanikan tanganku mengusap paha Mama Nuna, pelan, pelan. Mama diam aja, aku semakin berani. Kini kedua tanganku semakin nekad menggerayang tubuh cantik Mama tiriku. Kuremas-remas buah dada ranum dan dengan naluri plus pengetahuan dari film BF aku bertindak lebih lanjut dengan mengisap putting susu Mama. Mama masih diam, aku makin berani. Terispirasi film blue yang kutonton bersama temen -temen, aku tanggalkan seluruh pakaianku dan si otong dengan marahnya menunjuk-nujuk. Aku tiduran disamping Mama sambil memeluk erat.



Aku sedikit sadar dan ketakutan ketika Mama tiba -tiba bergerak dan membuka mata. Mama Nuna menatapku tajam.

"Ngapain Ndy? Koq kamu telanjang juga?" tanya Mama.

"Maaf ma, Andy khilaf, abis nafsu liat Mama telanjang gitu" jawabku takut-takut.

"Kamu mulai nakal ya" kata Mama sambil tangannya memelukku erat.

"Ya udah Mama juga pengen peluk kamu, udah lama Mama nggak dipeluk papamu. Mama tadi kegerahan makanya Mama telanjang, e nggak taunya kamu masuk" jelas Mama.

Yang nggak kusangka-sangka tiba-tiba Mama mencium bibirku. Dia mengisap ujung lidahku, lama dan dalam, semakin dalam. Aku bereaksi. Naluri laki-laki muda terpacu. Aku mebalas ciuman Mama tiriku yang cantik.



Semuanya berjalan begitu saja tanpa direncanakan. Lidah Mama kemuidan berpindah menelusuri tubuhku.

"Kamu sudah dewasa ya Ndy, gak apa-apa kan kamu Mama perlakukan seperti papamu" gumam Mama disela telusuran lidahnya.

"Punya kamu juga sudah besar, belom sebesar punya papamu tapi lebih keras dan tegang", cerocos Mama lagi.

Aku hanya diam menahan geli dan nikmat. Mama lebih banyak aktif menuntun (atau mengajariku). Si otong kemudian dijilatin Mama . Ini membuat aku nggak tahan karena kegelian. Lalu, punyaku dikulum Mama. Oh indah sekali rasanya. Lama aku dikerjain Mama cantik ini seperti ini.



Mama kemudian tidur telentang, mengangkangkan kaki dan menarik tubuhku agar tiduran diatas tubuh indahnya. Mama kemudian memegang punyaku, mengocoknya sebentar dan mengarahkan keselangkangan Mama. Aku hanya diam saja. Terasa punyaku sepertinya masuk ke vagina Mama tapi aku tetep diam aja sampai kemudian Mama menarik pantatku dan menekan. Berasa banget punyaku masuk ke dalam punya Mama. Pergesekan itu membuat merinding. Secara naluri aku kemudian melakukan gerakan maju mundur biar terjadi lagi gesekan. Mama juga mengoyangkan pinggulnya. Mama yang kulihat sangat menikmati bahkan mengangkat tinggi-tinggi pinggulnya sehingga aku seperti sedang naik kuda diatas pinggul Mama.

Tiba-tiba Mama berteriak kencang sambil memelukku erat-erat, "Andyy, Mama enak Ndy" teriak Mama.

"Ma, Andy juga enak nih mau muncrat" dan aku ngerasain sensasi yang lebih gila dari sekedar menonton Mama kemarin-kemarin.



Aku lemes banget, dan tersandar layu ditubuh mulus Mama tiriku. Aku nggak tau berapa lama, rupanya aku tertidur, Mama juga. Aku tersadar ketika Mama mengecup bibirku dan menggeser tubuhku dari atas tubuhnya. Mama kemudian keluar kamar dengan melilitkan handuk, mungkin mau mandi. Akupun menyusul Mama dalam keadaan telanjang. Kuraba punyaku, lengket sekali, aku pengen mencucinya. Aku melihat Mama lagi mandi, pintu kamar mandi terbuka lebar. Uhh, tubuh Mama tiriku itu memang indah sekali. Nggak terasa punyaku bergerak bangkit lagi. Dengan posisi punyaku menunjuk aku berjalan ke kamar mandi menghampiri Mama.

"Ma, mau lagi dong kayak tadi, enak" kini aku yang meminta.

Mama memnandangku dan tersenyum manis, manis sekali. Kamuipun melanjutkan kejadian seperti dikamar.



Kali ini Mama berjongkok di kloset lalu punyaku yang sedari tadi mengacung aku masukkan ke vagina Mama yang memerah. Kudorong keluar masuk seperti tadi. Mama membantu dengan menarik pantatku dalam -dalam. Nggak berapa lama Mama mengajak berdiri dan dalam posisi berdiri kami saling memeluk dan punyaku menancap erat di vagina Mama. Aku menikmati ini, karena punyaku seperti dijepit. Mama menciumku erat. Baru kusadari kalau badanku ternyata sama tinggi dengan mamaku. Dlama posisi berdiri aku kemudian merasakan kenikmatan ketika cairan kental kembali muncrat dari punyaku sementara Mama mengerang dan mengejang sambil memelukku erat. Kami sama–sama lunglai.



Setelah kejadian hari itu, kami selalu melakukan persetubuhan dengan Mama tiriku. Hampir setiap hari sepluang sekolah, bahkan sebelum berangkat sekolah. Lebih gila lagi kadang kami melakukan walaupun Papa ada dirumah. Sudah tentu dengan curi-curi kesempatan kalo Papa lagi tidur. Kehadiran Papa dirumah seperti siksaan buatku karena aku nggak bisa melampiaskan nafsu terhadap Mama. Aku sangat menikmati. Aku senang kalo Papa keluar kota untuk waktu lama, Mama juga seneng. Mama terus melatih aku dalam beradegan sex. Banyak pelajaran yang dikasi Mama, mulai dari cara menjilat vagina yang bener, cara mengisap buah dada, cara mengenjot yang baik. Pokoknya aku diajarkan bagaimana memperlakukan wanita dengan enak. Aku sadar kalo aku menjadi hebat karena Mama tiriku.



Sekitar setahun lebih aku menjadi pemuas Mama tiriku menggantikan posisi ayah. Aku bahkan jatuh cinta dengan Mama tiriku ini. Nggak sedetikpun aku mau berpisah dengan mamaku, kecuali sekolah. Dikelaspun aku selalu memikirkan Mama dirumah, pengen cepet pulang. Aku jadi nggak pernah bergaul lagi sama temen -temen. Sebagai cowok yang ganteng, banyak temen cewek yang suka mengajak aku jalan tapi aku nggak tertarik. Aku selalu teringat Mama. Justru aku akan tertarik kalo melihat bu guru Ratna yang umurnya setua Mama tiriku atau aku tertarik melihat bu Henny tetanggaku dan temen Mama.



Tapi percintaan dengan Mama hanya bertahan setahun lebih karena kejadian tragis menimpa Mama. Mama meninggal dalam kecelakaan. Ketika itu seorang diri Mama tiriku mengajak aku nemenin tapi aku nggak bisa karena aku ada les. Mama akhirnya pergi sendiri ke mal. Dijalan mobil Mama tabrakan hebat dan Mama meminggal ditempat. Aku merasa sangat berdosa nggak bisa nemenin Mama tiriku tercinta. Aku shock. Aku ditenangkan Papa.

"Papa tau kamu deket sekali dengan Mama Nuna, tapi nggak usah sedih ya Ndy, Papa juga sedih tapi mau bilang apa" kata papaku.

Selama ini papaku tau kalo aku sangat deket dengan Mama. Papa senang karena Papa mengira

aku senang dengan Mama Nuna dan menganggapnya sebagai Mama kandung. Padahal kalau Papa tau apa yang terjadi selama ini. Aku merasa berdosa terhadap Papa yang dibohongi selama ini.



Tapi semua apa yang diberikan Mama Nuna, kasih sayang, cinta dan pelajaran sex sangat membekas dipikiranku. Sampai saat ini, aku terobsesi dengan apa semua yang dimiliki Mama Nuna dulu. Aku mendambakan wanita seumur Mama, secantik Mama, sebaik Mama dan hebat di ranjang seperti Mama tiriku itu. Kusadari sekarang kalo aku sangat senang bercinta dengan wanita STW semuanya berawal dari sana.

Tante Endang dan Tante Rina

Pada suatu hari ketika aku ke villa pamanku, aku menemukan sebuah album foto di kamar Tante Yani, yang ternyata berisi foto bugil Tante-Tanteku. Kubolak balik foto-foto tersebut yang menampakkan tubuh-tubuh telanjang Tante-Tanteku, walaupun ada yang ssudah berumur diatas 40 tahun seperti Tante Endang dan Tante Rani tapi tubuh mereka tidak kalah dengan keempat istri muda yang lain. Membuat aku terangsang dan ingin merasakan hangatnya tubuh mereka. Hingga ada ide gila untuk memperalat mereka melalui foto-foto tersebut. Mulai kususun rencana siapa yang pertama aku kerjain, lalu kupilih Tante Tante Endang (45 tahun) dan Tante Rina (37 tahun).

Aku telepon rumah Tante Endang dan Tante Rina. Aku minta mereka untuk menemuiku di villa keluarga. Aku sendiri lalu bersiap untuk pergi ke sana. Sampai disana kuminta penjaga villa untuk pulang kampung. Tak lama kemudian Tante Endang dan Tante Rina sampai. Kuminta mereka masuk ke ruang tamu.
“Ada apa sih Anto?” tanya Tante Endang yang mengenakan kaos lengan panjang dengan celana jeans.
“Duduk dulu Tante,” jawabku.
“Iya ada apa sih?” tanya Tante Rina yang mengenakan Kemeja you can see dengan rok panjang.
“Saya mau tanya sama Tante berdua, ini milik siapa?”, kataku sambil mengeluarkan sebuah bungkusan yang di dalamnya berisi setumpuk foto. Tante Endang lalu melihat foto apa yang ditunjukkan olehnya.
“Darimana kamu dapatkan foto-foto ini?” tanya Tante Endang panik mendapatkan foto-foto telanjang dirinya.
“Anto.. apa-apaan ini, darimana barang ini?” tanya Tante Rina dengan tegang.
“Hhhmm.. begini Tante Endang, waktu itu saya kebetulan lagi bersih-bersih, pas kebetulan dikamar Tante Yani saya lihat kok ada foto-foto telanjang tubuh Tante-Tante yang aduhai itu,” jawabku sambil tersenyum.

“Baik.. kalau gitu serahkan klisenya?” Kata Tante Rina.
“Baik tapi ada syaratnya lho,” jawabku.
“Katakan apa syaratnya dan kita selesaikan ini baik-baik,” kata Tante Endang dengan ketus.
“Iya Anto, tolong katakan apa yang kamu minta, asal kamu kembalikan klisenya,” tambah Tante Rina memohon.
“Ooo.. nggak, nggak, saya nggak minta apa-apa, Cuma saya ingin melihat langsung Tante telanjang,” kataku.
“Jangan kurang ajar kamu!” kata Tante Endang dan Tante Rina dengan marah dan menundingnya. “Wah.. wah.. jangan galak gitu dong Tante, saya kan nggak sengaja, justru Tante-Tante sendiri yang ceroboh kan,” jawabku sambil menggeser dudukku lebih dekat lagi.
“Bagaimana Tante?”
“Hei.. jangan kurang ajar, keterlaluan!!” bentak Tante Rina sambil menepis tanganku.
“Bangsat.. berani sekali, kamu kira siapa kami hah.. dasar orang kampung!!” Tante Endang menghardik dengan marah dan melemparkan setumpuk foto itu ke wajahku.
“Hehehe.. ayolah Tante, coba bayangkan, gimana kalo foto-foto itu diterima paman di kantor, wah bisa- bisa Tante semua jadi terkenal deh!!” kataku lagi.

Kulihat kananku Tante Endang tertegun diam, kurasa dia merasakan hal yang kuucapkan tadi. Kenapa harus kami yang tanggung jawab,
“Tante-Tantemu yang lain kok tidak?” tanya Tante Endang lemas.
“Oh, nanti juga mereka akan dapat giliran,” jawabku.
“Bagaimana Tante? Apa ssudah berubah pikiran?”
“Baiklah, tapi kamu hanya melihat saja kan?” tanya Tante Rina.
“Iya, dan kalau boleh sekalian memegangnya?” jawabku.
“Kamu jangan macam-macam Anto, hardik Tante Endang.”
“Biarlah Mbakyu, daripada ketahuan,” jawab Tante Rina sambil berdiri dan mulai melepas pakaiannya, diikuti Tante Endang sambil merengut marah.

Hingga tampak kedua Tanteku itu telanjang bulat dihadapanku. Tante Endang walau ssudah berusia 45 tahun tapi tubuhnya masih montok, dengan kulit kuning langsat dan sedikit gemuk dengan kedua payudaranya yang besar menggantung bergoyang-goyang dengan puting susunya juga besar. Turun kebawah tampak pinggulnya yang lebar serta bulu hitam di selangkangan amat lebat. Tidak kalah dengan tubuh Tante Rina yang berusia 37 tahun dengan tubuh langsing berwarna kuning langsat, serta payudaranya yang tidak begitu besar tapi nampak kenyal dengan puting yang sedkit naik keatas. Pinggulnya juga kecil serta bulu kemaluannya di selangkangan baru dipotong pendek.
“Ssudah Anto?” tanya Tante Endang sambil mulai memakai bajunya kembali.
“Eh, belum Tante, kan tadi boleh pegang sekalian, lagian saya belum lihat vagina Tante berdua dengan jelas,” jawabku.
“Kurang ajar kamu,” kata Tante Rina setengah berteriak.
“Ya sudah kalo nggak boleh kukirim foto Tante berdua nih?” jawabku.
“Baiklah,” balas Tante Endang ketus,
“Apalagi yang mesti kami lakukan?”
“Coba Tante berdua duduk di sofa ini,” kataku.
“Dan buka lebar-lebar paha Tante berdua,” kataku ketika mereka mulai duduk.
“Begini Anto, Cepat ya,” balas Tante Rina sambil membuka lebar kedua pahanya.
Hingga tampak vaginanya yang berwarna kemerahan.
“Tante Endang juga dong, rambutnya lebat sih, nggak kelihatan nih,” kataku sambil jongkok diantara mereka berdua.

“Beginikan,” jawab Tante Endang yang juga mulai membuka lebar kedua pahanya dan tangannya menyibakkan rambut kemaluannya kesamping hingga tampak vaginanya yang kecoklatan.
“Anto pegang sebentar ya?” kataku sambil tangan kananku coba meraba selangkangan Tante Endang sementara tangan kiriku meraba selangkangan Tante Rina. Kumainkan jari-jari kedua tanganku di vagina Tante Endang dan Tante Rina.
“Sudah belum, Anto.. Ess..,” kata Tante Endang sedikit mendesah.
“Eeemmhh.. uuhh.. jangan Anto, tolong hentikan.. eemmhh!” desah Tante Rina juga ketika tanganku sampai ke belahan kemaluannya.
“Sebentar lagi kok Tante, memang kenapa?” tanyaku pura-pura sambil terus memainkan kedua tanganku di vagina Tante Endang dan Tante Rina yang mulai membasah.
“Eh, ini apa Tante?” tanyaku pura-pura sambil mengelus-selus klitoris mereka.

“Ohh.. Itu klitoris namanya Anto, jangan kamu pegang ya..,” desis Tante Endang menahan geli.
“Iya jangan kamu gituin klitoris Tante dong,” dasah Tante Rina.
“Memang kenapa Tante, tadi katanya boleh,” kataku sambil terus memainkan klitoris mereka. “Sshh.., oohh.., geliss.., To,” rintih Tante Endang dan Tante Rina.
“Ini lubang vaginanya ya Tante?” tanyaku sambil memainkan tanganku didepan lubang vagina mereka yang semakin basah.
“Boleh dimasukin jari nggak Tante?”
Kembali jariku membuka belahan vagina mereka dan memasukkan jariku, slep.. slep.. bunyi jariku keluar masuk di lubang vagina Tante Rina dan Tante Endang yang makin mendesah-desah tidak karuan,
“Jangan Anto, jangan kamu masukin jari kamu.. Oohh..,” rintih Tante Rina.
“Jangan lho Anto.. sshh..,” desah Tante Endang sambil tangannya meremasi sofa.
“Kenapa? Sebentar saja kok, dimasukkin ya,” kataku sambil memasukkan jari tengahku ke vagina mereka masing-masing.
“Aaahh.., Anto..,” desah Tante Endang dan Tante Rina bersama-sama mersakan jari Anto menelusur masuk ke lubang vagina mereka.
“Ssshh.. eemmhh..!!” Tante Endang dan Tante Rina mulai meracau tidak karuan saat jari-jariku memasuki vagina dan memainkan klitoris mereka.

“Bagaimana Tante Endang,” tanyaku mulai memainkan jariku keluar masuk di vagina mereka.
“Saya cium ya vagina Tante Endang ya?” tanyaku sambil mulai memainkan lidahku di vaginanya. “Sebentar ya Tante Rina,” kataku.
“Jangan.., sshh.. Anto.. ena.., rintih Tante Endang sambil tangannya meremasi rambutku menahan geli.
“Gimana Tante Endang, geli tidak..,” tanya Anto.
“Ssshh.. Anto.. Geli ss..,” rintihnya merasakan daerah sensitifnya terus kumainkan sambil tangannya meremasi sendiri kedua payudaranya.
“Teruss.. Anto,” desis Tante Endang tak kuat lagi menahan nafsunya.

Sementara Tante Rina memainkan vaginanya sendiri dengan jari tanganku yang ia gerakkan keluar masuk. Dan Tante Endang kian mendesah ketika mendekati orgasmenya dan
“Aaahh ss.., Tante sudah nggak kuat lagi,” rintih Tante Endang merasakan lidahku keluar masuk dilubang vaginanya.
“Tante Endang keluar Anto..,” desah lemas Tante Endang dengan kedua kakinya menjepit kepalaku di selangkangannya. Tahu Tante Endang sudah keluar aku bangkit lalu pindah ke vagina Tante Rina dan kubuka kedua pahanya lebar-lebar. Sama seperti Tante Endang Tante Rina juga merintih tidak karuan ketika lidahku mengocok lubang vaginanya.
“Aah ss.., Antoo,.., enak ss..,” rintih Tante Rina sambil menekan kepalaku ke selangkangannya.

Tante Rina di sofa dan kubuka lebar-lebar pahanya. Kubenamkan lidahku liang vagina Tante Rina, ku sedot-sedot klitoris vagina Tante Rina yang ssudah basah itu,
“Teruss.., Antoo.., Tante.., mau kelu.. Aah ss..,” rintih Tante Rina merasakan orgasme pertamanya. Anto lalu duduk diantara Tante Endang dan Tante Rina.
“Gantian dong Tante, punyaku sudah tegang nih,” menunjukkan sarung yang aku pakai tampak menonjol dibagian kemaluanku pada Tante Endang dan Bullik Rina. Kuminta mereka untuk menjilati kemaluanku.
“Kamu nakal Anto, ngerjain kami,” kata Tante Endang sambil tangannya membuka sarungku hingga tampak penisku yang mengacung tegang keatas.
“Iya.., awas kamu Anto.. Tante hisap punya kamu nanti..,” balas Tante Rina sambil memasukkan penisku kemulutnya.

“Ssshh.. Tante.. terus..,” rintih Anto sambil menekan kepala Tante Rina yang naik turun di penisnya. Tante Endang terus menjilati penisku gantian dengan Tante Rina yang lidahnya dengan liar menjilati penisku, dan sesekali memasukkannya kedalam mulunya serta menghisap kuat-kuat penisku didalam mulutnya. Sluurrpp.. sluurpp.. sshhrrpp.. demikian bunyinya ketika dia menghisap.
“Sudah.. Tante, Anto nggak kuat lagi..,” rintih Tante Rina sambil mengangkat kepalaku dari vaginanya.
“Tunggu dulu ya Tante Endang, biar saya dengan Tante Rina dulu,” kataku sambil menarik kepala Tante Endang yang sedang memasukkan penisku kemulutnya.
“Tante Tina sudah nggak tahan nih,” kataku sambil membuka lebar-lebar kedua paha Tante Rina dan berlutut diantaranya.
“Cepatss.. Anto,” desah Tante Rina sambil tangannya mengarahkan penisku ke vaginanya. “Asshhss..,” rintih Tante Rina panjang merasakan penisku meluncur mulus sampai menyentuh rahimnya. Tante Rina mengerang setiap kali aku menyodokkan penisnya. Gesekan demi gesekan, sodokan demi sodokan sungguh membuatku terbuai dan semakin menikmati “perkosaan” ini, aku tidak peduli lagi orang ini sesungguhnya adalah Tanteku sendiri. Kuminta Tante Rina untuk menjilati vagina Tante Endang yang jongkok diatas mulutnya.

“Ushhss.. Geli dik,” desis Tante Endang setiap kali lidah Tante Rina memasuki vaginanya. Sementara aku sambil menyetubuhi Tante Rina tanganku meremas-remas kedua payudara Tante Endang. Tiba-tiba Tante Rina mengangkat pinggulnya sambil mengerang panjang keluar dari mulutnya. “Ahhss.. Anto Tante keluar.. ”
“Sudah keluar ya Tante Rina, sekarang gilran Bu Endang ya,” kataku sambil menarik Tante Endang untuk naik kepangkuanku.

Tante Endang hanya pasrah saja menerima perlakuannya. Kuarahkan penisku ke vagina Tante Endang Lalu Aaahh.. desah Tante Endang merasakan lubang vaginanya dimasuki penisku sambil pinggulnya mulai naik turun. Kunikmati goyangan Tante Endang sambil ‘menyusu’ kedua payudaranya yang tepat di depan wajahku, payudaranya kukulum dan kugigit kecil.
“Teruss.. Tante, vagina Tante enak..,” rintihku sambil terus dalam mulutku menghisap-hisap puting susunya.
“Penis kamu juga sshh..” rintih Tante Endang sambil melakukan gerakan pinggulnya yang memutar sehingga penisku terasa seperti dipijat-pijat.
“Sebentar Tante, coba Tante balik badan,” kataku sambil meminta Tante Endang untuk menungging.

Kusetubuhi Tante Endang dari belakang, sambil tanganku tangannya bergerilya merambahi lekuk-lekuk tubuhnya. Harus kuakui sungguh hebat wanita seumur Tante Endang mempunyai vagina lebih enak dari Tante Rina yang berusia lebih muda. Sudah lebih dari setengah jam aku menggarap Tante Endang, yang makin sering merintih tidak karuan merasakan penisku menusuk-nusuk vaginanya dan tanganku meremasi payudaranya yang bergoyang-goyang akibat hentakan penisku di vaginanya.
“Ssshh.. Anto, Tante mau keluar..” rintih Tante Endang.
“Sabarr.. Tante, sama-sama,” kataku sambil terus memainkan pinggulku maju-mundur.
“Aaahh ss.., Tante Endang keluar..,” melenguh panjang.
“Saya belum, Tante,” kataku kecewa.
“Pake susu Tante aja ya,” jawab Tante Endang jongkok didepanku sambil menjepitkan penisku yang ssudah licin mengkilap itu di antara kedua payudaranya yag besar, lalu dikocoknya.
“Terus, Tante enak ss..,” rintihku.

Melihat hal itu Tante Rina bangun sambil membuka mulutnya dan memasukkan penisku ke mulutnya sambil dihisap-hisap. Tak lama setelah mereka memainkan penisku, mengeluarkan maninya menyempot dengan deras membasahi wajah dan dada Tante Endang dan Tante Rina.
“Terima kasih ya Tante,” jawabku sambil meremas payudara mereka masing-masing.